Sabtu, 13 Desember 2008

PEREMPUAN DAN KETAHANAN PANGAN

Oleh Sukma Witasari (caleg DPRD Kota bogor dari PKB)

LATAR BELAKANG

Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan merupakan hak asasi manusia. Mengingat pentingnya memenuhi kecukupan pangan maka setiap negara melalui pemerintah wajib mendahulukan pembangunan ketahanan pangan sebagai landasan bagi pembangunan sektor-sektor lain.

Pertumbuhan penduduk selalu diikuti dengan meningkatnya kebutuhan hidup, baik berupa pangan, sandang maupun perumahan, tetapi tidak diimbangi dengan ketersediaan sumberdaya alam yang memadai. Thomas Robert Maltus pada abad 18 mengkhawatirkan bahwa pertumbuhan penduduk dunia akan menimbulkan ancaman bencana kekurangan pangan atau musibah kelaparan. Salah satu dalilnya yang sangat populer adalah bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur sedangkan perkembangan pangan megikuti deret hitung.

Berdasarkan pola pikir UNICEF tahun 1998, akar permasalahan dari keadaan kurang gizi (rawan pangan) sebenarnya bermuara pada krisis politik, ekonomi, dan sosial, dimana kondisi tersebut menyebabkan pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan. Permasalahan pokok di masyarakat yang memicu kurang gizi (rawan pangan) yaitu kurangnya pemberdayaan perempuan/keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumberdaya yang ada di masyarakat sehingga menyebabkan minimnya pengetahuan dan keterampilan dalam menangani permasalahan pangan.

Ketersediaan pangan yang terbatas menyebabkan kualitas asupan pangan bergizi seimbang masih rendah, hal ini mengakibatkan masih banyaknya masyarakat yang mengalami rawan pangan dan gizi. Data dari Departemen Kesehatan diketahui bahwa masalah gizi di Indonesia pada tahun 2001-2003 antara lain: ada 5,1 (lima koma satu ) juta balita gizi kurang dengan 54 persen atau 2,6 juta terancam kematian dan dari 4 (empat) juta perempuan hamil, terdapat 2 (dua) juta yang mengalami anemia gizi dan satu juta Kurang Energi kronis (KEK) kondisi ini mengakibatkan air susu ibu yang dihasilkan akan mengakibatkan otak bayi kosong /bebal.

Generasi penerus bangsa Indonesia terancam kehilangan masa depan. Bayi-bayi yang dilahirkan nantinya tumbuh tidak sempurna. Selain itu diperoleh Informasi dari Hasil Survei Konsumsi 1995-1998, bahwa proporsi rumah tangga yang defisit energi dan defisit protein dari tahun 1995-1998 menurut wilayah perkotaan maupun pedesaan, yaitu yang asupan gizinya masih kurang dari 70 % dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) masih cukup tinggi yaitu 48,6 %-52,8 % defisit energi dan 24,1 %-35,4 % defisit protein.

PENGEMBANGAN PANGAN

Ketergantungan pada padi sebagai makanan pokok menimbulkan kerawanan sosial terutama jika terjadi kegagalan panen. Untuk itu peningkatan produktivitas padi dan bahan pangan substitusi dari padi sayur-mayur dan buah-buahan harus mulai di galakkan untuk menghindari terjadinya rawan pangan. Upaya untuk melakukan pengembangan komoditas pertanian (pangan) dimaksudkan untuk menyediakan berbagai produk pangan baik jenis maupun bentuknya sehingga tersedia pilihan bagi konsumen untuk menu makanan. Kegiatan pengembangan pangan tidak dapat dilepaskan dari penerapan teknologi pangan untuk memproduksi pangan olahan siap konsumsi. Konsep pengembangan pangan meliputi tiga hal yaitu pengembangan pangan horizontal, vertikal dan regional.

Pengembangan pangan horizontal ialah usaha tani berbasis padi menjadi usahatani berbasis tanaman pangan lain meliputi semua komoditas pangan (padi, palawija dan sayuran), baik tanaman utama maupun tanaman sela dalam sistem tumpang sari. Pengembangan pangan regional merupakan penganekaragaman komoditas pangan berdasarkan pendekatan wilayah dan keanekaragaman sosial budaya. Pengembangan pangan vertikal adalah pegembangan produksi setelah panen. Kegiatan-kegiatan tadi meliputi pengolahan hasil dan limbah pertanian sebagai inti dari industrialisasi pertanian, sehingga meningkatkan nilai tambah berupa guna bentuk (form utility), guna waktu (time utility) dan guna tempat (place utility). Pengembangan berbagai komoditas perlu mempertimbangkan kesesuaian pengguna, pangsa pasar dan agriekosistem seta faktor budaya wilayah.

Secara umum bahan pangan dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis yakni serealia, umbi-umbian dan kacang-kacangan. Berdasarkan tingkat kepentingan dan kontribusinya bahan pangan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu : komoditas utama, komoditas potensial, dan komoditas harapan. Komoditas utama dibudidayakan secara intensif, tersebar di seluruh provinsi, didukung pemerintah dalam penelitian dan pengembangan dan secara periodik dimonitor BPS. Komoditas potensial dibudidayakan kurang intensif dibanding komoditas utama dan penyebarannya tidak merata, tetapi memiliki potensi cukup besar, Sedangkan komoditas harapan dibudidayakan secara tradisional dengan penyebaran relatif terbatas.

Sayuran menjadi salah satu unsur yang sangat penting bukan hanya sekedar pelengkap. Sayuran yang kaya gizi dapat menjadi penyeimbang (balancing agent) penting dalam diet karena sayuran mengandung protein, vitamin, mineral, energi dan serat yang dibutuhkan tubuh. Tingkat konsumsi sayuran di Indonesia masih dibawah standar dibandingkan negara-negara Asia dan dunia lainnya yang sebagian besar beriklim sedang, padahal kondisi alam dan iklim di Indonesia sangat potensial untuk memproduksi berbagai jenis sayuran. Tak kurang dari 100 jenis sayuran dapat tumbuh di Indonesia baik sayuran komersial seperti kol, sawi, petsai, kangkung dll. Maupun sayuran tradisional seperti daun labu siam, beluntas, daun mangkokan dan daun katuk.

Dengan potensi produksi sayuran komersial Indonesia yang mencapai 7,5 juta ton pada tahun 2002 menunjukkan peranan sayuran yang dikelola secara tradisional untuk konsumsi sendiri cukup besar. Dengan konsumsi per kapita sebesar 47,5 kg/tahun berarti untuk penduduk Indonesia yang diperkirakan berjumlah 206 juta jiwa (tahun 2000) diperlukan supplai sekitar 9,8 juta ton sayuran. Dengan demikian diprediksikan kontribusi sayuran non-komersial dalam memenuhi kebutuhan sayuran penduduk Indonesia pada tahun 2002 mencapai 2,3 juta ton atau sekitar 23%.

PERAN PEREMPUAN DALAM KETAHANAN PANGAN

Kaum perempuan memproduksi antara 60-80 % bahan pangan di negara-negara berkembang dan bertanggungjawab atas 50% produksi pangan dunia. Namun peran kunci kaum perempuan sebagai produsen dan penyedia pangan merupakan peran yang sangat menentukan dalam membangun ketahanan pangan rumah tangga belum mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah (FAO 2004). Oleh karenanya setiap strategi, formulasi kebijakan dan program menuju ketahanan pangan berkelanjutan hendaknya secara sunguh-sungguh mempertimbangkan akses terbatas yang dimiliki perempuan. Akses terhadap sumberdaya dan daya beli yang rendah merupakan dampak dari hubungan antar faktor yang saling mempengaruhi serta faktor sosial, ekonomi, budaya dan agama yang mendorong mereka ke dalam peran subordinat yang membatasi pergerakan mereka atau masyarakat secara umum

Untuk mensinergikan potensi pekarangan yang ada dengan permasalahan pangan dan gizi yang terjadi, maka fungsi pemanfaatan pekarangan perlu ditingkatkan lagi, baik di perdesaan maupun di perkotaan. Oleh karena itu kerjasama dengan instansi terkait antara lain Dinas Pertanian, Penyuluh Pertanian serta dukungan dari Kader PKK (Tokoh Perempuan) dan Tokoh Masyarakat, LSM, serta masyarakat perlu ditingkatkan agar permasalahan kerawanan pangan dan gizi dapat ditanggulangi secara bersama-sama.

Program ketahanan pangan adalah hal yang sangat urgensi dalam pembangunan saat ini. Oleh karena itu diperlukan strategi intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian salah satunya dengan memanfaatkan lahan pekarangan, lahan-lahan tidur, tanah ulayat, lahan pinggiran sungai untuk dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung peningkatan produksi pangan. Dalam jangka pendek pemanfataan pekarangan diharapkan dapat meningkatkan keragaman konsumsi pangan dan gizi bagi keluarga dan untuk jangka panjang diharapkan lahan pekarangan dapat menjadi sumber pendapatan bagi ekonomi keluarga sehingga dapat hidup lebih sejahtera dan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi ketahanan pangan di Indonesia.

Selain itu lahan pekarangan juga dapat ditanami sayuran dan buah-buahan yang pada mulanya budaya menanam sayuran di pekarangan hanya dimasudkan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga dengan memanfaatkan halaman rumah yang tersisa, budaya ini dikembangkan masyarakat pedesaan. Namun saat ini menanam sayuran di pekarangan juga sangat digemari ibu rumah tangga di perkotaan selain untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga, untuk memenuhi kebutuhan rempah-rempah atau sayuran yang mendesak saat memasak juga untuk menyalurkan hobi menanam.

Lahan pekarangan yang dikelola secara optimal dapat memberikan manfaat bagi rumah tangga dan keluarga yang mengelolanya. Hal ini dapat dilihat dari beragam fungsi dasar pekarangan yaitu menjadi warung hidup, bank hidup dan apotik hidup serta pungsi keindahan. Lahan pekarangan yang dikelola dengan baik dapat memberikan manfaat antara lain adanya peningkatan gizi keluarga, tambahan pendapatan keluarga, lingkungan rumah asri, teratur indah dan nyaman yang dalam PKK disebut HATINYA PKK (Halaman Asri Teratur Indah dan Nyaman), tercipta suasana keakraban dan keharmonisan antar keluarga serta sebagai sarana menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan. Semakin beragam tanaman pangan yang dikembangkan oleh perempuan Indonesia disamping berperan dalam memperkokoh ketahanan pangan negara juga mampu menciptakan generasi penerus bangsa yang bergizi cukup

Tidak ada komentar: